Cukai Rokok Dinaikkan, Gelombang PHK Ancam Industri Tembakau

Para buruh linting rokok menerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) Pajak Rokok. (Foto: Sariagri/Arief L)

Editor: Yoyok - Rabu, 12 Oktober 2022 | 17:30 WIB

Sariagri - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur (Jatim), Adik Dwi Putranto mengkhawatirkan terjadinya gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di industri hasil tembakau jika pemerintah menaikkan Cukai Hasil Tembakau (CHT) pada 2023.

"Saya khawatir akan terjadi gelombang PHK karena tahun depan adalah tahun gelap, tahun politik. Jika ada kenaikan cukai, pasti akan mengerek inflasi," kata Adik Dwi Putranto saat bertemu dengan perwakilan industri hasil tembakau di Graha Kadin Jatim, Surabaya, Rabu (12/10/2022).

Menurut dia, ketika inflasi naik maka ujung-ujungnya daya beli semakin turun sehingga produksi juga akan turun.

Kadin Jatim meminta pemerintah untuk kembali melihat dan memikirkan dampak yang terjadi ketika kebijakan tersebut diputuskan. Apalagi kontribusi industri ini sangat besar terhadap perekonomian nasional, baik dari besaran cukai yang telah disetorkan dalam setiap tahun maupun banyaknya tenaga kerja di industri terkait.

"Kami sudah berkirim surat ke Presiden meminta agar kenaikan cukai di 2023 nol persen untuk menjaga kestabilan ekonomi," ujar dia.

Adik mengatakan, pihaknya berkepentingan karena Jatim adalah provinsi dengan produksi tembakau terbesar di Indonesia. Industri hasil tembakau di Jatim juga sangat banyak. Sedangkan tenaga kerja yang terkait dengan pertembakauan ini mencapai jutaan tenaga kerja, mulai dari petani hingga pekerja di industri hasil tembakau.

Ketua Gabungan Pengusaha Rokok (Gapero) Jatim, Sulami Bahar juga mengatakan hal yang sama, jika industri sudah tidak kuat lagi menanggung beban, maka pastinya akan terjadi rasionalisasi besar-besaran.

"Dampaknya nanti akan terjadi penurunan produksi hingga PHK. Awal kami akan mengurangi jam kerja, kalau sudah tidak sanggup ya larinya ke PHK. Kami prediksi yang kena PHK bisa sampai 30 persen dari total karyawan. Sehingga kami minta tidak ada kenaikan cukai, tidak ada simplifikasi tarif cukai, baik untuk tarif cukai SKT golongan IA dan IB, tidak ada penggabungan volume produksi antara SKM dan SPM," ujar Sulami yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Kadin Jatim.

Namun, jika pemerintah ngotot dan tetap harus menaikkan, maka pemerintah harus seimbang dengan memperhatikan industri hasil tembakau. Tentunya kenaikan harus moderat, maksimal sekitar 6-7 persen karena dengan kenaikan sebesar 12 persen pada 2022 ini, produksi rokok golongan 1 sudah mengalami penurunan sebesar 7 persen.

"Kami sudah mengirim surat ke Gubernur Jatim, ke Badan Kebijakan Fiskal, ke Presiden dan Menteri Keuangan. Kami juga sudah rapat dengan BKF dan Bea Cukai. Semua sudah kami lakukan, tinggal hati nurani terketuk apa tidak," ujar dia.

Terlebih kenaikan cukai ini juga menyebabkan kenaikan peredaran rokok ilegal. Penelitian Universitas Brawijaya Malang menunjukkan kenaikan cukai 1 persen berbanding lurus dengan pertumbuhan 6,8 persen rokok ilegal dan minus 0,4 persen produksi.

Legal Market Sales PT Mustika Tembakau Indonesia, Onny Wiryandono juga merasa sangat keberatan dengan rencana kenaikan cukai tersebut. Karena pada 2022 perusahaan rokok golongan III yang berlokasi di Sidoarjo ini sudah banyak melakukan pengurangan pegawai akibat kenaikan cukai sebesar 12 persen.

"Sehingga di tahun ini kami tidak mau ada kenaikan cukai yang nantinya berdampak pada pengurangan pegawai kembali. Tahun 2022, PT Mustika Tembakau Indonesia telah mengurangi pegawai sebanyak 109 karyawan dari total pegawai kami yang berjumlah 300 orang," ungkap Onny.

Baca Juga: Cukai Rokok Dinaikkan, Gelombang PHK Ancam Industri Tembakau
Harga BBM Naik, Cukai Rokok Tak Perlu Naik Juga

Jika di tahun depan kenaikan benar-benar terjadi, maka solusinya yang akan diambil kemungkinan seperti tahun kemarin, pengurangan pegawai karena untuk pengurangan bahan baku ia mengaku tidak bisa.

"Saat ini pabrik golongan tiga sudah ada beberapa yang gulung tikar juga, tetapi di tempat kami tetap bertahan dengan melakukan pengurangan pegawai. Saat ini produksi kami turun sebesar 40 persen dibanding tahun sebelumnya," kata Onny.