Ekonomi Digital Asia Tenggara Melambat Saat Belanja Masyarakat Menurun

Ilustrasi UMKM di era digital. (Antara)

Editor: Yoyok - Kamis, 27 Oktober 2022 | 15:30 WIB

Sariagri - Pertumbuhan ekonomi internet di Asia Tenggara melambat setelah bertahun-tahun ekspansi. Kondisi ini menunjukkan bahwa pasar digital yang sedang berkembang tidak kebal terhadap hambatan ekonomi.

Demikian hasil riset Google, Temasek Holdings Pte, dan Bain & Co yang dikutip Bloomberg pada Kamis (27/10/2022)

Disebutkan, belanja online di kawasan Asia Tenggara diperkirakan meningkat sekitar 20 persen tahun ini menjadi 200 miliar dolar AS, melambat dari 38 persen di tahun sebelumnya. Menurut laporan itu, ekonomi internet di Asia Tenggara diestimasikan akan mencapai 330 miliar dolar AS pada tahun 2025, turun dari perkiraan sebelumnya sebesar 363 miliar dolar AS.

Ini adalah pertama kalinya Google, Temasek dan Bain merevisi turun laporan tahunannya, yang mencakup Singapura, Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Filipina. 

Meskipun konsumen di negara-negara itu mengadopsi layanan seluler dan online dengan cepat namun mereka membatasi pengeluaran di tengah percepatan inflasi dan kenaikan suku bunga, seperti halnya kecenderungan secara global.

Indonesia tetap menjadi ekonomi digital terbesar di kawasan ini dengan belanja online diperkirakan akan meningkat menjadi 130 miliar dolar AS pada tahun 2025. Vietnam diperkirakan akan tumbuh pada tingkat tercepat di antara enam negara yang dilacak oleh penelitian ini, lebih dari dua kali lipat dalam total nilai penjualan (Gross Merchandise Value/GMV) online selama tiga tahun ke depan.

"Setelah bertahun-tahun berakselerasi, pertumbuhan adopsi digital mulai bergerak normal," ungkap laporan tersebut. 

"Mayoritas pemain digital sekarang mengalihkan prioritas dari akuisisi pelanggan baru ke keterlibatan yang lebih dalam dengan pelanggan yang sudah ada untuk meningkatkan penggunaan dan nilai," imbuh laporan itu.

Asia Tenggara diekspektasikan akan mengalami peningkatan 16 persen tahun ini, dalam nilai perdagangan barang e-commerce. Angka tersebut jauh melambat dibanding masa puncak pandemi karena konsumen menjadi lebih berhati-hati.

Nilai belanja online sekarang diperkirakan mencapai 211 miliar dolar AS pada tahun 2025, lebih rendah dari prediksi sebelumnya, sebesar 234 miliar dolar AS. Jumlah ini merupakan 64 persen dari total perkiraan GMV digital di kawasan Asia Tenggara.

Laporan itu juga memperlihatkan bahwa sektor e-commerce, layanan keuangan, dan perjalanan adalah beberapa sektor utama yang mendorong pertumbuhan digital di kawasan ini, laporan tersebut menunjukkan. Asia Tenggara menambah sekitar 20 juta konsumen digital baru pada tahun 2022.

Namun, jumlah kesepakatan yang melibatkan perusahaan teknologi di wilayah tersebut tetap relatif stabil di sekitar 1.200 pada paruh pertama tahun ini, dibandingkan dengan periode tahun sebelumnya. Investasi tahap awal meningkat, sementara kesepakatan tahap selanjutnya dihantam oleh prospek listing publik yang redup di pasar modal.

Baca Juga: Ekonomi Digital Asia Tenggara Melambat Saat Belanja Masyarakat Menurun
Mendag Minta Pedagang Pasar Jajaki Platform Digital

Terkait pembiayaan, laporan tersebut menyebutkan dana modal ventura Asia Tenggara menyimpan sekitar 15 miliar dolar AS dalam bentuk ‘bubuk kering’ (dry powder) pada akhir tahun 2021, turun dari 16 miliar dolar AS pada tahun sebelumnya.

"Tantangan ekonomi makro tetap ada di sini," Stephanie Davis, wakil presiden Google Asia Tenggara. 

"Kami mengharapkan beberapa perbaikan di paruh akhir tahun ini dan tahun depan. Faktanya, sekitar tiga perempat perusahaan modal ventura di wilayah tersebut memperkirakan akan ada penurunan valuasi," ujar Davis.