Produk Hilirisasi Berhasil Genjot Ekspor Indonesia

Editor: Dera - Jumat, 20 Januari 2023 | 13:30 WIB
Sariagri - Ekspor Indonesia terus mencatat peningkatan dari tahun ke tahun. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Airlangga Hartarto mengatakan, nilai ekspor Indonesia sepanjang 2022 mencapai USD268 miliar atau setara dengan Rp4.147 triliun (dengan kurs Rp15.473 per dolar AS). Dibanding capaian 2021, ekspor 2022 ini mengalami kenaikan 15,7 persen.
‘’Capaian itu ditopang oleh ekspor yang cukup tinggi dari beberapa komoditas, seperti besi dan baja, bahan bakar fosil, minyak kelapa sawit (CPO), hingga batu bara,’’ ujar Airlangga, yang dikutip dari indonesia.go.id
Catatan ekspor 2022 itu juga menandai rekor surplus perdagangan tanpa jeda selama 32 bulan, sejak Mei hingga Desember 2022. Dari sisi tujuan ekspor, menurut Menko Airlangga, tak banyak perubahan. Tujuan ekspor yang terbesar tetap Tiongkok dengan kontribusi USD57,7 miliar, antara Januari–November 2022.
Pada periode yang sama pula, ekspor terbesar kedua adalah ke Amerika Serikat (AS) dengan USD21,6 miliar, dan ketiga Jepang USD21,1 miliar. ‘’Berikutnya ke Malaysia USD12,5 miliar, kemudian juga Korea Selatan USD9,8, Singapura USD8,8, dan kita lihat ke Uni Eropa (UE) totalnya sekitar USD19,6 miliar,” ujar Menko Airlangga.
Untuk ke seluruh negara ASEAN, bila dijumlahkan ekspor Indonesia 2022 mencapai USD48,9 miliar. Ke depan, Airlangga mengatakan bahwa pemerintah akan terus memperkuat pangsa pasar ekspornya di negara-negara ASEAN.
Pasar Uni Eropa diharapkan terus bisa dimekarkan, dan peluangnya terbuka. Untuk memuluskan jalan, Presiden Joko Widodo telah menargetkan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Uni Eropa (Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) rampung tahun ini.
Menko Airlangga mengatakan, Presiden Joko Widodo sudah berkomunikasi dengan Kanselir Jerman Olaf Scholz. Selain itu, kebetulan Indonesia kembali dipercaya untuk menjadi Official Partner Country Hannover Messe 2023, sehingga bisa memanfaatkan kedekatan Jokowi dengan Olaf Scholz untuk memfinalisasikan IEU CEPA.
‘’Ini sangat penting karena beberapa komoditas ekspor, terutama TPT (tekstil dan produk tekstil) kita, masih mendapatkan bea masuk 10 hingga 12 persen. Padahal dari Vietnam dan Bangladesh bisa 0 persen. Ini menjadi prioritas pemerintah untuk dinegosiasikan," ujar Menko Airlangga.
Meskipun 2023 diantisipasi sebagai tahun sulit dan dibayang-bayangi pelambatan ekonomi global, Menko Airlangga optimistis bahwa ekonomi Indonesia tetap akan bisa tumbuh. Nilai ekspor Indonesia diharapkan masih dapat tumbuh dua digit 12,8 persen dan impornya 14,9 persen. Batu bara, CPO, dan besi baja tetap menjadi andalan ekspor.
Nilai ekspor batu bara pada 2022 lalu diperkirakan tembus di atas USD40 miliar. Pada Januari–Oktober 2022 saja, ekspornya telah mencapai USD38,8 miliar, dengan tujuan utama India, Tiongkok, Jepang, Filipina, dan Korea Selatan. ‘’Ekspor batu bara itu bisa mengompensasi impor minyak kita, sehingga di bidang energi ini kita positif sebesar hampir 6,8 billion secara year to date,” ujarnya.
Minyak sawit (CPO) pun masih diyakini akan perkasa di pasar ekspor 2023, termasuk di dalamnya biodiesel. Ekspornya di 2023 mencapai USD30 miliar. Adapun besi baja menjadi primadona baru ekspor Indonesia, selain nikel. Ekspor besi baja Indonesia 2022 menembus angka USD29 miliar. Adapun ekspor nikel diperkirakan bisa menembus USD26 miliar.
Menko Airlangga menambahkan, dalam rapat terbatas hari itu Presiden Jokowi memberikan arahan agar pertumbuhan nilai ekspor yang positif ini diikuti dengan peningkatan cadangan devisa. Presiden juga meminta agar Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam dapat diperbaiki.
‘’Saat ini hanya dari sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan, yang diwajibkan masuk ke dalam negeri. Nah, ini kita akan masukkan juga beberapa sektor lainnya termasuk sektor manufaktur,” kata Menko Airlangga. “Kita akan melakukan revisi (PP nomor 1 tahun 2019), sehingga tentu kita dapat berharap adanya peningkatan ekspor dan juga surplus neraca perdagangan sejalan dengan peningkatan dari cadangan devisa,” imbuhnya.
Statistik Perdagangan Luar Negeri 2021, yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, ekspor Indonesia dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi. Namun, kecenderungannya meningkat. Sampai 2007, ekspor Indonesia masih di bawah USD100 miliar. Namun, berkat kenaikan harga-harga komoditas, ekspor terus melonjak dan mencapai USD180 miliar di 2011.
Baca Juga: Produk Hilirisasi Berhasil Genjot Ekspor IndonesiaMeski Melambat, Pemerintah Optimis Ekspor RI Tetap Naik di 2023
Namun seiring dengan merosotnya harga komoditas, ekspor di tahun-tahun berikutnya menyusut dan mencapai titik terendah pada level USD150 miliar, untuk kemudian meningkat dan kembali ke level USD180 miliar di tahun 2018. Namun, pada 2019 dan 2020 nilai ekspor kembali menyusut 6,8 persen dan 2,6 persen.
Pada 2021 ekspor Indonesia kembali rebound dan mencapai USD231 miliar. Pada 2022 ini menguat ke level USD268 miliar. Kenaikan ekspor di 2021 dan 2022 ini tak hanya didukung oleh harga komoditas (batu bara dan CPO) yang membumbung tinggi di pasar dunia. Produk industri manufaktur, antara lain, nikel dan besi baja, sebagai hasil program hilirisasi, kali ini memberikan kontribusi yang cukup signifikan.