Setelah Berpolemik, Kini Saatnya Evaluasi Hulu-Hilir Tata Kelola Perberasan

Ilustrasi - Suasana Pasar Induk Beras Cipinang di Jakarta. (Foto: Antara)

Penulis: Yoyok, Editor: Reza P - Jumat, 26 Maret 2021 | 16:45 WIB

SariAgri - Ketua Umum DPP Pemuda Tani HKTI, Rina Saadah, M.Si menyatakan hikmah dari polemik kebijakan impor beras saat ini adalah melakukan evaluasi hulu-hilir tata kelola perberasan nasional.

“Pertama data di hulu, ini sebenarnya sudah tersedia di BPS dengan metode Kerangka Sampel Area (KSA) yakni sebuah metode perhitungan produksi padi dengan memanfaatkan teknologi citra satelit dari BIG dan peta lahan baku sawah dari ATR/BPN. Sekarang tinggal bagaimana antara stakeholder terkait meredam ego dan meningkatkan koordinasi,” katanya di Jakarta, Jumat (26/3).

 Sedangkan di hilir, imbuh Rina, yang paling utama dan mendesak adalah perlunya mesin pengering dan ini harus segera dibicarakan antara pelaku usaha dan pemerintah. “Selanjutnya gudang penyimpanan perlu ditingkatkan terutama kuantitas-daya tampung,” jelasnya.

Ketua Umum Pemuda Tani HKTI, Rina Saadah
Ketua Umum Pemuda Tani HKTI, Rina Saadah

Rina menegaskan, khusus untuk Bulog, selain meningkatkan serapan gabah, yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana penyalurannya, jika tidak maka kejadian beras yang menumpuk di gudang Bulog akan terjadi kembali. “Posisi Bulog saat ini dilematis, di satu sisi diminta untuk menyerap gabah petani dengan maksimal dan ini dilakukan oleh Bulog tidak hanya pada masa panen raya, melainkan sepanjang tahun, disisi lain kewenangan untuk penyaluran seperti menjualnya melalui outlet seperti tahun-tahun sebelumnya tidak ada lagi,” ujarnya.

Baca Juga: Setelah Berpolemik, Kini Saatnya Evaluasi Hulu-Hilir Tata Kelola Perberasan
Rembes Beras Vietnam, Legislator: Perlu Koordinasi Antar Kementerian

Menurut Rina, sampai saat ini, cara pandang yang ada di kalangan pemimpin eksekutif dan legislatif yang termanifestasi dalam UU Pangan No 18 Tahun 2012 dan turunannya masih didominasi ‘ketahanan pangan dan kemandirian pangan’. Padahal ketahanan pangan memiliki kekurangan, misalnya hanya fokus pada upaya pemenuhan pangan tanpa memperdulikan bagaimana cara mendapatkanya.

“Di sinilah yang menjadi krusial manakala ada gonjang-ganjing soal produksi beras nasional dengan cepat kebijakan impor menjadi cara yang ampuh untuk memenuhi stok beras. Jelas dalam jangka panjang ini sangat merugikan petani Indonesia dan bangsa ini tidak akan benar-benar berdikari. Seharusnya, kedaulatan pangan perlu lebih jauh didiseminasikan sebagai alternatif terhadap rezim korporasi pangan," pungkas Rina.