Tangki Mulai Penuh, Bagaimana Nasib Jutaan Ton CPO RI yang Tak Diekspor?

Ilustrasi tandan buah segar sawit (Flickr)

Editor: Dera - Kamis, 19 Mei 2022 | 16:55 WIB

Sariagri - Dampak larangan ekspor crude palm oil (CPO) mulai dirasakan berbagai pihak, terutama petani sawit. Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) pun mulai mengeluhkan harga tandan buah segar (TBS) sawit hingga CPO yang anjlok. 

Adapun salah satu penyebab menurunnya harga sawit, karena pabrik mulai membatasi membeli sawit dari petani. Bukan tanpa alasan, mereka menyebut larangan ekspor CPO mengakibatkan stok minyak sawit melimpah hingga tangki penyimpanan pun mulai penuh. 

Petani pun kian menjerit dan berharap keran ekspor CPO kembali dibuka. Pasalnya, kebijakan pemerintah menyebabkan petani semakin merugi. Melansir laman gapki.id, harga TBS berkisar antara Rp600-Rp1.200 per kilogram, padahal harga yang ditetapkan Dinas Perkebunan berkisar Rp3.900 per kilogram. 

“Betul memang beberapa anggota kita sudah sampaikan tangki-tangki sudah penuh. Memang juga tidak ada pembeli CPO, mereka tidak mau nawar tidak mau beli, kondisinya begitu, kita lihat saja dari minggu lalu, tender itu tidak ada harga,” ungkap Sekretaris Jenderal Gapki Eddy Martono, Selasa (17/5). 

Baca Juga: Tangki Mulai Penuh, Bagaimana Nasib Jutaan Ton CPO RI yang Tak Diekspor?
Ekspor CPO Dilarang, Ini Sikap GAPKI Terkait Harga Sawit

“Kapasitas tangki di Indonesia itu kira-kira di kebun sekitar 5 juta ton. Produksi kita kira-kira 3,5 juta ton. Kalau misalnya produksi lagi bagus, artinya bisa sampai 4 juta ton per bulan. Artinya, gak akan lama tangki akan penuh, belum lagi ada stok CPO sebelumnya,” sambungnya. 

Eddy menambahkan, meski tidak semua tangki di pabrik kelapa sawit penuh. Namun jika larangan belum dicabut, pihaknya memprediksi pertengahan Juni nanti pabrik sawit seluruh Indonesia terpaksa berhenti membeli TBS.  Mengantisipasi hal tersebut, Gapki mengklaim menyimpan CPO yang tidak terjual dan mempertahankan daya simpan CPO dengan melakukan pemanasan.