Meski PMK, Perajin Tusuk Sate Ini Kebanjiran Order

Editor: Tatang Adhiwidharta - Rabu, 6 Juli 2022 | 08:00 WIB
Merebaknya wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada ternak sapi di sejumlah wilayah di Tanah Air, tidak berpengaruh negatif bagi kelangsungan usaha perajin tusuk sate di Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Bahkan jelang Idul Adha, perajin tusuk sate mengaku pesanan terus meningkat sejak sepekan terakhir.
Seperti yang dirasakan Titik Supamiwati (32 tahun), perajin tusuk sate asal Desa Ngariboyo, Kecamatan Ngariboyo, Kabupaten Magetan. Ia mengaku produksi meningkat hingga 20 persen, dibandingkan hari-hari biasanya.
“Sepekan terakhir jelang idul kurban, saya justru kebanjiran order. Meski tahun ini dibawah pengaruh wabah PMK, pesanan tetap stabil. Bahkan cenderung meningkat 20 persen dibandingkan tahun sebelumnya,” tutur Titik Supamiwati kepada Sariagri, selasa (5/7/2022).
Menurutnya, peningkatan pesanan tusuk sate meningkat, lantaran pelanggannya beragam. Mulai dari penjual sate ayam hingga sate daging babi. Bahkan pasar pembeli tusuk sate yang mengambil pesanan di tempatnya berasal dari seluruh pelosok nusantara hingga Bali, lombok dan Papua.
“Pelanggan saya banyak, ada penjual sate ayam, sate kelinci, sate kambing, hingga sate babi. Selain itu ada juga sate kikil umumnya pelanggan dari pulau Jawa, Sumatera, Bali, Lombok, Bima hingga Papua,” kata dia. Baca Juga: Meski PMK, Perajin Tusuk Sate Ini Kebanjiran Order
Terdampak Wabah PMK, Perajin Panggangan Sate Keluhkan Sepi Pembeli
Sehingga adanya wabah PMK yang menyerang sapi tidak berpengaruh signifikan bagi usaha yang telah ditekuninya sejak 12 tahun silam tersebut.
“Pemesan tusuk sate untuk acara bakar-bakar saat perayaan idul adha tidak berpengaruh bagi pesanan di tempat saya. Karena masih banyak yang pesan untuk tusuk sate daging kambing. Jadi adanya wabah PMK tidak berdampak sama sekali,” ujarnya sambil terus sibuk membelah bambu menjadi tusuk sate.
Titik menyebutkan jika hari biasa ia menerima permintaan sekitar 5.000 tusuk sate. Kini seminggu menjelang idul adha pesanan naik menjadi 8.000-9.000 tusuk sate. untuk setiap satu ikat berisi 500 tusuk sate dijual dengan harga Rp10.000.
“Perhari biasa jual 5.000 tusuk sate. Sejak tanggal 1 juli kemarin pesanan naik antara 8.000 hingga 9.000 tusuk sate. Dari peningkatan ini, perhari saya bisa meraup omzet Rp75.000 hingga Rp100.000 atau sepekan rata-rata bisa mengantongi uang mencapai Rp700.000,” bebernya dengan senyum merekah.
Banjir pesanan ini, membuat ia kualahan dalam mendapatkan bahan baku. Meski harga bambu dari luar daerah agak mahal, ia tak keberatan untuk membelinya.
“Minusnya itu, ada sedikit kesulitan dalam mencari bahan baku. walaupun ada, harga bambu agak mahal, mencapai Rp25.000 perbatangnya,” terangnya.
Titik mengaku per hari mampu menghabiskan 20 lonjor bambu.1 lonjor bambu bisa dijadikan 7.000 hingga 8.000 tusuk sate.
Ia optimis, permintaan tusuk sate akan terus meningkat seiring mendekati perayaan idul kurban. Meski order terus berdatangan, harga jual tusuk sate tidak naik.
“Harga tetap, meski pesanan terus datang. Supaya pelanggan krasan dan tidak berpindah ke perajin lain. Bahkan meski bahan baku naik, gak masalah bagi saya,” tandasnya.